Sorgum
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Sorgum merupakan genus yang terdiri dari 20 spesies
rumput-rumputan, berasal dari kawasan tropis hingga subtropis di Afrika Timur,
dengan satu spesies di antaranya berasal dari Meksiko. Tanaman ini
dibudidayakan di Eropa Selatan, Amerika Tengah dan Asia Selatan. Sorgum
merupakan tanaman dari keluarga Poaceae
dan marga Sorghum. Sorgum sendiri
memiliki 32 spesies. Diantara spesies-spesies tersebut, yang paling banyak
dibudidayakan adalah spesies Sorghum
bicolor (japonicum). Tanaman yang
lazim dikenal masyarakat Jawa dengan nama “Cantel”
ini sekeluarga dengan tanaman serealia lainnya seperti padi, jagung, hanjeli dan gandum serta
tanaman lain seperti bambu dan tebu. Dalam taksonomi, tanaman-tanaman tersebut
tergolong dalam satu keluarga besar Poaceae
yang juga sering disebut sebagai Gramineae
(rumput-rumputan). Tanaman sorgum merupakan jenis tanaman serealia yang memiliki kandungan
gizi seperti karbohidrat, lemak, kalsium, besi, serta fosfor. Selain dapat
digunakan sebagai pengganti pangan, sorgum bisa digunakan sebagai bahan baku
industri kertas, bahan baku pakan ternak, serta bahan baku media jamur merang.
Dirjen Sarana dan Prasarana Produksi Pertanian
Kementerian Pertanian Gatot Irianto mengatakan, sorgum adalah tanaman yang
memiliki adaptasi luas dan tahan terhadap kekeringan. Tumbuhan ini, mampu
membantu Indonesia mengatasi masalah pangan seperti masalah musim kemarau serta
masalah kekurangan stok beras yang selama ini terjadi di Indonesia. Berdasarkan
perihal diatas, saya ingin mengetahui bagaimana manfaat dan potensi tanaman
sorgum untuk kedepannya sebagai pengganti tanaman pangan lainnya (khususnya
padi).
1.2 Tujuan
1. Untuk
mengetahui bagaimana morfologi, kandungan gizi, dan syarat tumbuh tanaman
sorgum.
2. Untuk
mengetahui bagaimana cara dalam membudidayakan tanaman sorgum.
3. Untuk
mengetahui bagaimana potensi tanaman sorgum kedepan sebagai salah satu
alternatif penganti tanaman pangan lainnya.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jenis-Jenis Tanaman Yang Memiliki Nilai Tinggi
Terdapat
banyak jenis tanaman, antara lain :
1. Sorgum
berumur pendek/semusim (Sorghum vulgare)
2.
Sorgum makanan ternak
Varietas sachartum
batangnya banyak mengandung gula yang dapat dipakai untuk membuat sirup.
Ditanam juga untuk menghasilkan pakan ternak.
3.
Sorgum penghasil biji non saccharing
Jenis sorgum ini
diantaranya kafir, feteria dan heigari batangnya tidak mengandung gula dan
bijinya mengandung karbohidrat, protein dan lemak, daun untuk pakan ternak.
4.
Sorgum sapu
Jenis tanaman
sorgum ini menghasilkan malai yang panjang tangkainya (30-90 cm) untuk
dijadikan sapu dan sikat.
5. Sorgum
rumput (Sorgum vulgare sudanense)
Jenis
ini dikenal dengan sebagai rumput sunda, mempunyai sifat tahan kering dan tahan
kekurangan air. Jenis ini dapat tumbuh dengan baik di tempat Rumput Benggala
dan Paspalum. Rumput ini dapat mencapai ketinggian 1,5 meter.
6. Sorgum tahunan (Sorgum helepensis)
Jenis sorgum ini merupakan nenek
moyang Sorgum vulgare, dimana jenis sorgum ini tidak menghasilkan biji,
namun dapat dimanfaatkan untuk makanan ternak. Diluar negeri dikenal sebagai
rumput Johnson.
2.2 Syarat
Tumbuh
Tanaman sorgum
dapat berproduksi walaupun dibudidayakan dilahan yang kurang subur, air yang
terbatas dan masukkan (input) yang rendah, bahkan dilahan yang berpasirpun
sorgum dapat dibudidayakan. Namun apabila ditanam pada daerah yang
berketinggian diatas 500 m dpl tanaman sorgum akan terhambat pertumbuhannya dan
memiliki umur yang panjang. Menurut hasil penelitian, lahan yang cocok untuk
pertumbuhan yang optimum untuk pertanaman sorgum adalah :
·
Suhu optimum 23° 30° C
·
Kelembaban relatif 20% 40%
·
Suhu tanah ± 25° C
·
Ketinggian ≤ 800 m dpl
·
Curah hujan 375 – 425 mm/th
·
pH 5,0 – 7,5
Selain
persyaratan diatas sebaiknya sorgum jangan ditanam di tanah podzolik merah
kuning yang masam, namun untuk memperoleh pertumbuhan dan produksi yang optimal
perlu dipilih tanah ringan atau mengandung pasir dan bahan organik yang cukup.
Tanaman sorgum dapat beradaptasi pada tanah yang sering tergenang air pada saat
banyak turun hujan apabila sistem perakarannya sudah kuat.
2.3 Morfologi
2.3.1 Sifat Ikatan Kulit Biji
biji,
melalui lapisan tipis yang disebut lapisan semen. Pada prows penggilingan,
ikatan kulit biji dengan daging biji ini sulit dipisahkan. Komposisi bagian
biji sorgum terdiri dari kulit luar 8%, lembaga 10% dan daging biji 82%.
Biji tertutup oleh sekam yang
berwarna kekuningkuningan atau Kecoklat-coklatan. Pada umumnya biji sorgum
berbentuk bulat pair fang dengan ukuran biji kira -kira 4 x 2,5 x 3,5 mm. Berat
biji bervariasi antara 8 mg - 50 mg, rata-rata berat 28 mg. Berdasarkan ukurannya
sorgum dibagi atas:
- sorgum
biji kecil (8 - 10 mg)
- sorgum
biji sedang ( 1 2 - 24 mg)
- sorgum
biji besar (25-35 mg)
Kulit
biji ada yang berwarna putih, merah atau cokelat. Sorgum putih disebut sorgum
kafir dan yang ber-warna merah/cokelat biasanya termasuk varietas Feterita.
Warna biji merupakan salah satu kriteria menentukan kegunaannya. Varietas yang
berwarna lebih terang akan menghasilkan tepung yang lebih putih dan tepung ini
cocok untuk digunakan sebagai makanan lunak, roti dan lain-lainnya.
Sedangkan
varietas yang berwarna gelap akan menghasilkan tepung yang berwarna gelap dan
rasanya lebih pahit. Tepung jenis ini cocok untuk bahan dasar pembuatan
minuman. Untuk memperbaiki warm biji ini, biasanya digunakan larutan asam
tamarand atau bekas cucian beras yang telah difermentasikan dan kemudian
digiling menjadi pasta tepung.
Warna
biji bervariasi yaitu coklat muda, putih atau putih suram tergantung varietas.
2.3.2 Sifat-Sifat Morfologis dan Fisiologis
Adapun
sifat-sifat morfologis dan fisiologis tanaman sorgum adalah sebagai berikut :
1. Sistem
Perakaran
Sistem
perakarannya terdiri atas akar-akar seminal (aka-rakar primer) pada dasar buku
pertama pangkal batang, akar-akar koronal (aka-rakar pada pangkal batang yang
tumbuh ke arah atas) dan akar udara (aka-rakar yang tumbuh dipermukaan tanah).
Tanaman sorgum membentuk perakaran sekunder 2 kali lipat dari jagung.
2.
Batang
Batang beruas-ruas
dan berbuku-buku, tidak bercabang dan pada bagian tengah batang terdapat
seludang pembuluh yang diselubungi oleh lapisan keras (sel-sel parenchym).
Tinggi tanaman berkisar 2,6 s/d 4 meter bahkan lebih tergantung varietas.
3.
Daun
Daun tumbuh melekat pada buku-buku batang dan
tumbuh memanjang, yang terdiri dari kelopak daun, lidah daun dan helaian daun.
Daun berlapis lilin yang dapat menggulung bila terjadi kekeringan.
4.
Bunga
Bunga tersusun dalam malai. Tiap
malai terdiri atas banyak bunga yang dapat menyerbuk sendiri atau silang.
2.4 Kandungan Gizi
Kandungan protein pada biji
sorgum juga sangat tinggi, dibandingkan sumber pangan lain seperti beras,
singkong dan jagung, sorgum mempunyai kadar protein yang paling tinggi.
Dibandingkan beras, sorgum juga unggul dari segi kandungan mineral seperti Ca,
Fe, P dan kandungan vitamin B1-nya. Kandungan
nutrisi sorgum dibandingkan dengan produk serealia yang lain ditunjukkan oleh
Tabel 1.
Tabel
1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g
bahan dibanding bahan pangan lainnya.
Bahan Pangan
|
Kalori (kal)
|
Protein (g)
|
Lemak (g)
|
Karbohidrat (%)
|
Air (%)
|
Serat (mg)
|
Ca (mg)
|
P (mg)
|
Fe (mg)
|
Sorgum
|
332
|
11
|
3,30
|
73
|
11,20
|
2,30
|
28
|
287
|
4,40
|
Beras
|
360
|
7
|
0,70
|
79
|
9,80
|
1
|
6
|
147
|
0,80
|
Jagung
|
361
|
9
|
4,50
|
72
|
13,50
|
2,70
|
9
|
380
|
4,60
|
Kentang
|
83
|
2
|
0,10
|
19
|
-
|
11
|
56
|
0,70
|
|
Ubi kayu
|
157
|
1,20
|
0,30
|
35
|
63
|
-
|
33
|
40
|
0,70
|
Ubi jalar
|
123
|
1,80
|
0,70
|
28
|
-
|
-
|
30
|
49
|
0,70
|
Terigu
|
365
|
8,90
|
1,30
|
77
|
-
|
-
|
16
|
106
|
1,20
|
Sumber: Beti et al.
(1990).
Kandungan
nutrisi sorgum yang begitu tinggi tersebut saat ini belum dapat dimanfaatkan
secara optimal. Hal ini dikarenakan pengembangan sorgum sendiri belum mencapai
taraf pengembangan yang memuaskan. Para petani masih setengah hati untuk
menanam sorgum karena nilai jual sorgum belum tinggi sebagaimana halnya produk
serealia yang lain seperti beras, jagung, gandum dan kacang-kacangan.
Pemanfaatan sorgum oleh petani sendiri masih terkendala dengan kelengkapan
fasilitas yang diperlukan seperti mesin pemecah biji dan peralatan pengolahan
pasca panen lainnya.
Saat ini sorgum masih
dimanfaatkan hanya sebatas potensi utamanya saja yaitu dari bijinya. Adapun
potensi lainnya seperti akar, daun dan tangkai biji hanya dimanfaatkan seadanya
saja seperti untuk pakan ternak dan kompos. Nira
sorgum merupakan produk yang memiliki keunggulan bahkan apabila dibandingkan
dengan nira tebu. Keunggulannya terletak pada tingkat produktivitas dan
ketahanan tanaman sorgum. Sebagaimana diketahui bahwa tanaman tebu merupakan
tanaman yang memiliki tuntutan perawatan yang cukup tinggi, atau dengan kata
lain, tanaman tebu lebih manja perawatan dibandingkan dengan tanaman sorgum. Produksi
biji dan biomass lebih besar dibandingkan dengan tebu. Tanaman tebu tidak
menghasilkan biji sebagaimana halnya sorgum sehingga produk utama tanaman tebu
hanya berupa nira dari batang. Perbandingan karakteristik budidaya sorgum
dengan tebu dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Perbandingan Karakteristik Budidaya Sorgum
dengan Tebu.
Karakteristik
|
Sorgum
|
Tebu
|
Produktivitas
|
Biji dan biomass
|
Biomass
|
Lahan Tanam
|
Marginal
|
Subur
|
Kebutuhan air
|
332 kg / kg bahan kering
|
3 kali sorgum
|
Laju Fotosintesis
|
Tinggi dan cepat
|
Lebih rendah
|
Kebutuhan benih
|
4,5-5 kg / ha
|
4.500-6.000 kg stek / ha
|
Umur Produksi
|
3-4 bulan
|
> 10 bulan
|
Sumber :
Setyaningsih (2009)
Sorgum dapat menghasilkan nira
yang memiliki kadar gula yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Walaupun
demikian, terdapat beberapa kekurangan nira sorgum dibandingkan dengan nira
tebu, yaitu dalam kadar pati serta abunya yang jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan nira tebu. Perbedaan karakteristik nira sorgum dengan nira tebu dapat dilihat
selengkapnya pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Komposisi Nira Sorgum dan Nira Tebu
Komposisi
|
Nira
sorgum
|
Nira
tebu
|
Brix (%)
|
13.6 – 18.40
|
12 – 19
|
Sukrosa
|
10.0 -14.40
|
9 -17
|
Gula reduksi (%)
|
0,75 – 1,35
|
0,48 – 1,52
|
Abu (%)
|
1,28 – 1,57
|
0,40 – 0,70
|
Amilum (ppm)
|
209 – 1764
|
1,50 - 95
|
Asam akonitat
|
0,56
|
0,25
|
Sumber : Direktorat
Jenderal Perkebunan (1996)
Dari
Tabel 3 diatas, terlihat bahwa kadar gula (dalam derajat Brix) nira sorgum
lebih tinggi dibandingkan dengan nira tebu. Nira sorgum memiliki kelemahan
dalam kadar abu, amilum dan asam akonitat yang lebih tinggi dibandingkan dengan
nira tebu. Dalam
pengembangan bahan bakar nabati yang memanfaatkan beberapa komoditas tanaman
pangan seperti tebu, singkong, kedelai, jagung, dan lain-lain, terdapat
kekhawatiran pengembangan tersebut akan menyebabkan kenaikkan harga komoditi
tersebut secara global. Sebenarnya bagi Indonesia sebagai negara agraris
merupakan suatu peluang untuk mengembangkan komoditi-komoditi tersebut di
seluruh wilayah Indonesia yang masih luas. Apalagi dengan dikeluarkannya
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 tentang Kebijakan
Energi Nasional untuk mengembangkan sumber energi alternatif sebagai pengganti
BBM dan Instruksi Presiden No 1 Tahun 2006 tanggal 25 Januari 2006 tentang
Penyediaan dan Pemanfaatan Bahan Bakar Nabati (Biofuel) sebagai bahan
bakar lain.
Salah satu jenis bahan bakar
nabati yang sudah lama dikembangkan untuk menggantikan BBM adalah bioetanol
(etil alkohol) yang dibuat dari biomassa (tanaman) melalui proses biologi
(enzimatik dan fermentasi). Ada berbagai jenis tanaman yang dapat dijadikan
sebagai sumber bahan baku bioetanol, salah satu diantaranya yang paling
potensial dikembangkan di Indonesia adalah tanaman sorgum manis (Sorgum bicolor L. Moench). Tanaman
sorgum memiliki keunggulan tahan terhadap kekeringan dibanding jenis tanaman
serealia lainnya. Tanaman ini mampu beradaptasi pada daerah yang luas mulai 45 oLU
sampai dengan 40 oLS, mulai dari daerah dengan iklim tropis-kering
(semi arid) sampai daerah beriklim basah. Tanaman sorgum masih dapat
menghasilkan pada lahan marginal. Budidayanya mudah dengan biaya yang relatif
murah, dapat ditanam monokultur maupun tumpangsari, produktifitas sangat tinggi
dan dapat diratun (dapat dipanen lebih dari 1x dalam sekali tanam dengan hasil
yang tidak jauh berbeda, tergantung pemeliharaan tanamannya). Selain itu
tanaman sorgum lebih resisten terhadap serangan hama dan penyakit sehingga
resiko gagal relatif kecil. Tanaman sorgum berfungsi sebagai bahan baku
industri yang ragam kegunaannya besar dan merupakan komoditas ekspor dunia.
III PEMBAHASAN
3.1 TEKNIK BUDIDAYA
Teknik
budidaya yang diperlukan dalam penanaman tanaman sorgum tidak jauh berbeda
dengan tanaman serealia lainnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan ialah
sebagi berikut:
1. Persiapan
Lahan
Lahan
dibersihkan dari sisa-sisa tanaman sebelumnya, kemudian dicangkul atau dibajak
2 kali setelah itu baru digaru dan diratakan. Setelah tanah diratakan, dibuat
saluran drainase di sekeliling atau di tengah lahan. Ukuran petakan disesuaikan
dengan keadaan lahan. Untuk lahan yang hanya mengandalkan residu air tanah,
pengolahan hanya dilakukan secara ringan dengan mencangkul tipis permukaan
tanah untuk mematikan gulma. Pengolahan tanah secara ringan sangat efektif
untuk menghambat penguapan air tanah sampai tanaman panen. Tanah yang sudah
diolah sebaiknya diberikan pupuk organik, misalnya pupuk kandang atau kompos.
Pengolahan tanah ini bertujuan antara lain untuk
memperbaiki struktur tanah, memperbesar persediaan air, mempercepat pelapukan,
meratakan tanah dan memberantas gulma. Sebaiknya pengolahan tanah paling baik
dilakukan 2 -4 minggu sebelum tanam.
2. Pemilihan
Varietas
Untuk
mendapatkan hasil yang baik, yang harus diperhatikan adalah penanaman jenis
varietas unggul yang cocok dan sesuai dengan lingkungan hidup setempat serta
penerapan teknik budidaya yang tepat. Varietas unggul yang dianjurkan untuk
ditanam harus memperhatikan kegunaan dan lingkungan tumbuhnya. Untuk keperluan
konsumsi manusia (pangan) varietas yang dianjurkan antara lain UPCA S1, Keris,
Badik dan Hegari Genjah. Karena varietas ini mempunyai keunggulan seperti
berumur genjah, tinggi batang sedang, berbiji putih dengan rasa olah sebagai
nasi cukup enak. Varietas Kawali dan Numbu yang dilepas tahun 2001 juga
mempunyai rasa olah sebagai nasi cukup enak, namun umurnya relatif lebih panjang.
Sedangkan untuk pakan ternak dipilih varietas sorgum yang tahan hama penyakit,
tahan rebah, tahan disimpan dan dapat diratun.
3. Waktu Tanam
Umumnya
benih sorgum ditanam pada awal musim hujan, penentuan waktu tanam yang tepat
agar dapat memperhitungkan masa masaknya biji yang jatuh pada musim kemarau.
Hal ini untuk menghindari kerusakan pada saat pembungaan dan menghindari serangan cendawan.
4. Penanaman
dan Pola Tanam
Lahan
sebaiknya telah diolah/dipacul/dibajak/digaru sebelum dilakukan penanaman.
Pemberian pupuk kandang (5-10 ton/ha) pada lahan yang siap tanam sangat
dianjurkan.
Sorgum
dapat ditanam secara monokultur (hanya tanaman sorgum yang ditanam di suatu
lahan) ataupun dengan cara tumpang sari (menanam tanaman sorgum bersama-sama
dengan tanaman lain). Untuk tanaman monokultur diperlukan benih 10-15 kg/ha, kebutuhan
benih tergantung kepada jarak tanam dan pola tanam yang digunakan.
1)
Jarak tanam untuk monokultur:
75 x 40 cm dengan 4 tanaman/lubang dan 75 x 20 cm: 2
tanaman/lubang.
2)
Jarak tanam untuk tumpangsari: Stripcropping (1
baris): 200 x 25 cm dan Stripcropping
(> 2 baris): 75 x 25 x 400 cm.
3)
Benih ditanam cara tugal sedalam 4-5 cm
(5-12 biji/lubang).
Setelah
benih ditaruh dalam lubang sebaiknya ditutup dengan abu dan dilalukan pengairan
untuk menjaga kelembaban tanah. Benih hanya akan dapat tumbuh bila tanah cukup
lembab dan kandungan air cukup untuk proses perkecambahan benih dan pertumbuhan
tanaman muda. Kelembaban tanah perlu terus dijaga sampai tanaman berumur 4
minggu (1 bulan) setelah tanam.
5. Pemeliharaan
a)
Sulam
Penyulaman
merupakan suatu proses yang dilakukan setelah penanaman benih sorgum dengan
melakukan tanam ulang benih sorgum yang tidak tumbuh dikarenakan mati. Misalnya
dalam penanaman benih sorgum dalam metode pola tanam monokultur (75 x 20 cm: 2
tanaman/lubang), apabila dalam lubang hanya tumbuh satu tanaman saja maka layak
untuk ditanami benih sorgum dengan tanaman sorgum yang memiliki umur yang sama
dengan tanaman yang berada dalam satu lubang tersebut.
b)
Pengairan
Tujuan
pengairan adalah menambah air bila tanaman kekurangan air. Bila tidak
kekurangan maka pengairan tidak perlu dilakukan. Sebaliknya, bila kebanyakan
air justru harus segera dibuang dengan cara membuat saluran drainase. Sorgum
termasuk tanaman yang tidak memerlukan air dalam jumlah yang banyak, tanaman
ini tahan terhadap kekeringan, tetapi ada masa tertentu tanaman tidak boleh
kekurangan air yaitu :
·
Tanaman berdaun empat, masa bunting
waktu biji malai berisi, pada waktu tersebut tanaman tidak boleh kekurangan air.
·
Selama pertumbuhan pemberian air cukup
dilakukan 3 s/d 6 kali setiap 4 s/d 10 hari sekali.
·
Pemberian air dilakukan pada pagi/sore
hari, saat suhu tanah tidak terlalu tinggi.
c)
Pemupukan
Pupuk
yang diperlukan adalah urea dengan dosis 100 kg/ha, TSP dan KCl dengan dosis
masing-masing 60 kg /ha. Masing-masing pupuk diberikan 3 kali yaitu 1/3 pada
waktu tanam, 1/3 pada saat tanaman berumur 3 minggu, dan 1/3 pada saat tanaman
berumur 7 minggu. Pupuk diberikan dalam larikan diantara baris tanaman,
kemudian ditutup kembali dengan tanah. Pupuk majemuk (pupuk compound) juga baik
untuk tanaman sorgum dan untuk dosis pemakaian dapat mengikuti anjuran seperti
tertera pada kemasan pupuk yang bersangkutan.
d) Penjarangan
Tanaman
Pertumbuhan
tanaman sorgum biasanya sudah merata/seragam pada umur 2 minggu setelah tanam.
Namun demikian tidak semuanya tanaman yang tumbuh di tiap lubang dengan baik. Apabila
terdapat tumbuh yang kurang baik perlu dilakukan penjarangan dengan mencabut
tanaman yang kurang baik tersebut. Sehingga pada tiap lubang tersisa tanaman yang
terbaik untuk dipelihara hingga panen.
e)
Penyiangan
Penyiangan
dilakukan dengan mencabut tumbuhan pengganggu (gulma) hingga perakarannya
secara hati-hati agar tidak mengganggu perakaran tanaman utama. Keberadaan
gulma akan menjadi pesaing bagi tanaman utama dalam mendapatkan air dan unsur
hara yang ada di dalam tanah atau bahkan menjadi tempat hama atau penyakit.
Oleh sebab itu gulma harus secara rutin disiangi. Gulma yang telah dicabut
sebaiknya ditampung atau dikubur di suatu tempat agar membusuk sehingga
kemudian dapat dijadikan kompos.
f)
Dangir atau Bumbun
Pembubunan dilakukan dengan cara menggemburkan tanah
disekitar tanaman sorgum, kemudian menimbunkan tanah tersebut pada pangkal
batang tanaman sorgum sehingga membentuk guludan-guludan kecil yang bertujuan
untuk mengokohkan batang tanaman agar tidak mudah rebah dan merangsang
terbentuknya akarakar baru pada pangkal batang.
g)
Pemangkasan
Pemangkasan
umunya dilakukan pada tanaman sorgum yang pada batangnya terdapat banyak jumlah
daunnya. Dalam bidang pertanian istilah ini disebut sebagai defoloasi. Pengambilan
daun pada bagian daun bawah yang brtujuan untuk mengarahkan translokasi fotosintat pada sink
organ (biji
sorgum), keamanan pemeliharaan, tambahan pakan ternak, dll.
h)
Pengendalian Hama dan Penyakit
Pemeliharaan
tanaman adalah berupa pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang
dapat berupa gulma, hama dan penyakit tanaman. Pengendalian gulma dapat
dilakukan secara manual atau menggunakan herbisida. Beberapa hama yang sering
ditemui dalam budidaya tanaman sorgum adalah penggerek batang dan ulat malai.
Pengendalian hama yang berasal dari tanah mungkin dapat dilakukan dengan penaburan
insektisida seperti Furadan 3G. Sedangkan pengendalian penyakit pada batang
atau daun dapat dilakukan dengan fungisida seperti Deicis, Basudin dsb. Hama
lain yang banyak menyerang tanaman sorgum adalah tikus dan burung. Merujuk pada
pengalaman di India, untuk perkebunan sorgum yang luas, pengusiran hama burung
dapat dilakukan dengan pengaturan sistem amplitudo suara. Adapun metode lain
yang dapat dilakukan adalah penyungkupan, yaitu pembungkusan tangkai biji
sorgum agar serangga dan burung tidak dapat menyerang.
Tanaman
Sorgum termasuk tanaman yang sedikit terserang hama penyakit bila dibandingkan
dengan tanaman lainnya. Namun terdapat beberapa hama dan penyakit tanaman
sorgum yang utama seperti :
·
Lalat bibit (Atherigona exiqua Stein)
Lalat
bibit ini menyerang tanaman di bagian pangkal batang tanaman dengan menggerek
dan menyerang tanaman sorgum muda (berumur 3 minggu setelah tanam) sehingga
menyebabkan berlubang kecil tidak teratur dan akhirnya tanaman menjadi layu
kemudian mati mati. Pengendalian lalat bibit dapat dilakukan dengan melakukan pertanaman
serempak dan menaburkan insektisida 10 kg Furadan 3 G per hektar pada saat
tanam.
·
Ulat Tanah (Agrotis sp)
Ulat
ini biasanya menyerang tanaman pada malam hari dengan sasaran tanaman sorgum
stadium muda. Serangannya menyebabkan pangkal batang tanaman terpotong tepat
diatas permukaan tanah sehingga bekas serangannya tampak terkulai. Cara
pengendalian dengan menaburkan insektisida Furadan 3 G berdosis 20 s/d 30 kg/ha
yang dilakukan bersamaan saat penanaman.
·
Hama bubuk
Disebabkan oleh serangan Sitophilus sp yang
menyerang biji sorgum di gudang penyimpanan. Serangga ini menyerang biji sorgum
yang berlubang-lubang dan keropos sehingga tidak layak untuk dikonsumsi. Pengendalian
hama bubuk ini dengan cara menyimpan biji sorgum yang dicampur dengan serbuk
daun putri malu (Mimosa pudica) dengan perbandingan 10 : 1. Hal ini
disebabkan karena daun putri malu mengandung protein mimosan yang dapat merusak
dan menghambat pertumbuhan larva hama bubuk.
·
Karat daun
Gejala serangannya adalah munculnya noda-noda kecil
berwarna merah karat yang kemudian diikuti dengan timbulnya massa tepung
berwarna coklat kekuning-kuningan yang menutupi permukaan daun. Pengendaliannya
dengan cara memangkas daun yang terinfeksi berat dan melakukan
pergiliran/rotasi tanaman.
·
Bercak daun
Ditandai dengan munculnya bercak bulat berukuran
kecil dan berwarna kuning yang dikelilingi warna coklat pada daun yang terinfeksi.
Pengendalian penyakit bercak dapat dilakukan dengan menanam varietas yang tahan
(Mandau) dan disemprot dengan fungisida (Dithane M45 atau Antracol 70 WP).
·
Kapang Jelaga
Gejala serangan pada permukaan atas daun tertutup
oleh lapisan yang berwarna hitam, kering dan tipis dan dapat dikendalikan
dengan menyemprotkan kapur atau menghembuskan belerang.
3.2 PANEN
Untuk
mendapatkan hasil panen yang optimal, waktu musim penanaman diusahakan tepat
sehingga pada saat pemasakan biji sampai panen berada pada musim kering. Karena
apabila pada waktu pemasakan pada musim hujan dikhawatirkan banyak biji yang
busuk dan berkecambah. Kualitas dan kuantitas hasil panenan sorgum sangat
ditentukan oleh ketepatan waktu (baik tanam maupun panen), cara panen dan
penanganan pasca panen.
Hendaknya
tanaman dipanen pada saat biji telah mencapai masak fisiologis, yaitu ditandai
dengan hilangnya cairan dan berganti tepung saat biji dihancurkan dengan jari.
Setelah itu beberapa malai diikat jadi satu dan digantung terbalik untuk proses
pengeringan. Setelah kering biji dirontok dan dikeringkan lebih lanjut sampai kadar
air biji mencapai 14 % untuk disimpan lama. Tanaman sorgum sudah dapat dipanen
pada umur 3 s/d 4 bulan tergantung varietas. Penentuan saat panen sorgum dapat dilakukan
dengan berpedoman pada umur setelah biji terbentuk atau dengan melihat ciri-ciri
visual biji. Pemanenan juga dapat dilakukan setelah terlihat adanya ciri-ciri seperti
daun-daun berwarna kuning dan mengering, biji-biji bernas dan keras serta berkadar
tepung maksimal.
Tabel
4. Umur Panen Tanaman Sorgum Berdasarkan Varietas
No
|
Varietas
|
Umur Panen (HST)
|
1
|
Malang
No. 26
|
110 –
120
|
2
|
Birdproof
No. 65
|
105 –
115
|
3
|
Katengu
No. 183
|
105 –
115
|
4
|
Pretoria
No. 184
|
100 –
105
|
5
|
Cempaka
(Ekwangit)
|
100 –
110
|
6
|
Numbu
|
100 –
105
|
7
|
Kawali
|
100 –
110
|
Panen
yang dilakukan terlambat atau melampaui stadium buah tua dapat menurunkan
kualitas biji. Biji-biji akan mulai berkecambah bila kelembaban udara cukup
tinggi. Pemanenan sebaiknya dilakukan pada keadaan cuaca cerah/terang. Pada
saat pemanenan sebaiknya pemotongan dilakukan pada pangkal tangkai/malai buah sorgum
dengan panjang sekitar 15 s/d 25 cm. Untuk meningkatkan produksi sorgum dapat
dilakukan budidaya lanjutan dengan cara ratun yaitu pemangkasan batang tanaman pada
musim panen pertama yang dilanjutkan dengan pemeliharaan tunas-tunas baru pada
periode kedua.
Adapun
tata cara budidaya sorgum ratun setelah panen musim pertama adalah sebagai
berikut :
·
Seusai panen pada musim pertama segera
dilakukan pemotongan batang yang tua tepat diatas permukaan tanah.
·
Tanah disekitar tanaman sorgum dibersihkan
dari rumput liar/gulma.
·
Di buatkan larikan kecil sejauh 10 s/d
15 cm dari pangkal batang tanaman sorgum kemudian disebarkan pupuk yang terdiri
dari 45 kg Urea + 100 kg TSP + 50 kg KCl per hektar. Satu bulan kemudian
diberikan pupuk susulan berupa 90 kg Urea/ha.
·
Tanaman yang berasal dari tunas-tunas baru
(ratun) dipelihara dengan baik seperti pada pemeliharaan tanaman periode
pertama.
·
Pada stadium buah tua dilakukan panen
musim kedua. Hal yang sangat perlu diperhatikan adalah tata cara pemotongan
batang tanaman. Pemotongan harus tepat dilakukan diatas permukaan tanah agar
tunas-tunas baru tumbuh dari bagian batang yang berada di dalam tanah.
3.3 PASCA PANEN
Setelah
proses pemanenan adapun juga proses pasca panen yakni sebagai berikut :
1.
Pengeringan
Pengeringan
dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan dijemur dibawah sinar matahari
atau dengan menggunakan mesin pengering. Lama penjemuran hingga biji sorgum
berkadar air 12% s/d 14% adalah sekitar 60 jam.
2. Perontokkan
Biji
sorgum dirontokan dari malainya dengan cara diirik atau dapat pula dengan
menggunakan mesin perontok. Biji sorgum dibersihkan dari kotoran atau limbah
(sekam) kemudian dijemur ulang dengan disebarkan secara merata diatas lantai
jemur.
3. Pewadahan
dan Penyimpanan
Biji sorgum segera diwadahi dalam karung, tiap
karung sebaiknya berkapasitas 25 kg 50 kg, kemudian disimpan dalam gudang penyimpanan
yang kering dan berventilasi baik.
3.4 PROSPEK, KENDALA, DAN SOLUSI
PENGEMBANGAN SORGUM
3.4.1
Potensi Lahan dan Produksi
Sorgum
Areal yang berpotensi untuk pengembangan sorgum di Indonesia sangat luas,
meliputi daerah beriklim kering atau musim hujannya pendek serta tanah yang
kurang subur. Daerah penghasil sorgum dengan pola pengusahaan tradisional
adalah Jawa Tengah (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa
Yogyakarta (Gunung Kidul, Kulon Progo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro,
Tuban, Probolinggo), dan sebagian Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur.
Di lahan
tegal dan sawah tadah hujan, sorgum ditanam sebagai tanaman sisipan atau
tumpang sari dengan padi gogo, kedelai, kacang tanah atau tembakau, sehingga
luas tanaman sorgum yang sesungguhnya agak sulit diukur. Demikian juga di lahan
sawah, sorgum sering ditanam secara monokultur pada musim kemarau, namun sejak
awal tahun 1980-an tanaman ini terdesak oleh tanaman lain, seperti jagung,
kedelai, tebu, semangka, dan mentimun.
Produktivitas
yang tinggi dapat dicapai dengan menerapkan teknologi budidaya secara
optimal, antara lain dengan penggunaan varietas hibrida, pemupukan secara
optimal, dan pengairan. Sebaliknya di beberapa negara produsen sorgum,
rata-rata produktivitas sorgum masih di bawah 1 t/ha, yang disebabkan oleh
pengaruh iklim yang kering, penggunaan varietas lokal yang hasilnya rendah,
pemupukan minimal, dan penanaman secara tumpang sari. Luas areal sorgum
dunia sekitar 50 juta hektar setiap tahun dengan total produksi 68,40 juta ton
dan rata-rata produktivitas 1,30 t/ha. Negara penghasil sorgum utama
adalah India, Cina, Nigeria, dan Amerika Serikat, sedangkan Indonesia termasuk
negara yang masih ketinggalan, baik dalam penelitian, produksi, pengembangan,
penggunaan, maupun ekspor sorgum.
Meskipun
dalam jumlah yang terbatas, produksi sorgum Indonesia telah diekspor ke
Singapura, Hongkong, Taiwan, Malaysia, dan Jepang untuk digunakan sebagai bahan
baku pakan serta industri makanan dan minuman. Ekspor sorgum selama Pelita V
mencapai 1.092.400 kg dengan nilai US$ 116.211, sedangkan impor sorgum mencapai
4.615 kg atau US$ 3.988, sehingga masih terjadi net ekspor 1.087.785 kg atau
perolehan nilai devisa US$ 112.233.
Hingga kini,
perkembangan produksi sorgum nasional belum masuk dalam statistik pertanian,
yang menunjukkan bahwa komoditas tersebut belum mendapat prioritas untuk
dikembangkan. Namun ditinjau dari daerah pengusahaan yang cukup luas,
rata-rata produktivitas yang lebih tinggi dibanding negara produsen utama
sorgum, serta adanya defisit permintaan sorgum di beberapa negara, sorgum
mempunyai prospek yang cukup cerah di Indonesia.
3.4.2
Prospek Sorgum sebagai
Bahan Pangan, Pakan Ternak, dan Industri
Penggunaan
sorgum sangat beragam, tetapi secara garis besar dapat digolongkan
menjadi tiga kelompok, yaitu sebagai bahan pangan, bahan pakan, dan bahan
industri.
A.
Sorgum sebagai Bahan Pangan
Sorgum
mempunyai potensi cukup besar sebagai bahan pangan, namun pemanfaatannya belum
berkembang karena pengupasan biji sorgum cukup sulit dilaksanakan. Di
Indonesia, biji sorgum digunakan sebagai bahan makanan substitusi beras, namun
karena kandungan taninnya cukup tinggi (0,40−3,60%), hasil olahannya kurang
enak. Masalah ini telah dapat diatasi dengan memperbaiki teknologi pengolahan.
Kulit biji dan lapisan testa dikikis dengan menggunakan mesin penyosoh
beras merek “Satake GrainTesting Mill” atau “Satake Polisher Rice
Machine” yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu dengan permukaan
yang kasar.
Kandungan
nutrisi sorgum juga cukup tinggi dibanding bahan pangan lainnya, sehingga cukup
potensial sebagai bahan pangan substitusi beras. Begitu pula kandungan asam
aminonya tidak kalah dengan bahan makanan lainnya. Beberapa jenis makanan dari
sorgum berdasarkan cara pengolahannya yaitu :
·
Makanan sejenis roti tanpa ragi, misalnya chapati,
tortila.
·
Makanan sejenis roti dengan ragi, misalnya injera,
kisia, dosai.
·
Makanan bentuk bubur kental, misalnya to, tuwu, ugali,
bagobe, sankati.
·
Makanan bentuk bubur cair, misalnya ogi, ugi, ambili,
edi.
·
Makanan camilan, misalnya pop sorgum, tape sorgum,
emping sorgum.
·
Sorgum rebus, misalnya: urap sorgum, som.
·
Makanan yang dikukus, misalnya couscous, wowoto,
juadah-sorgum.
B.
Sorgum sebagai Pakan Ternak
Penggunaan
biji sorgum dalam ransum pakan ternak bersifat suplemen (substitusi) terhadap
jagung, karena nilai nutrisinya tidak berbeda dengan jagung. Namun karena
kandungan tannin yang cukup tinggi (0,40-3,60%), biji sorgum hanya digunakan
dalam jumlah terbatas karena dapat mempengaruhi fungsi asam amino dan
protein. Kandungan tanin dalam ransum di atas 0,50% dapat menekan
pertumbuhan ayam, dan apabila mencapai 2% akan menyebabkan kematian.
Biji sorgum
dapat diberikan langsung berupa biji atau diolah terlebih dulu dan dicampur
dengan bahan-bahan lain dengan komposisi sebagai berikut: biji sorgum 55-60%,
bungkil kedelai/kacang tanah 20%, tepung ikan 2,50-20%, dan vitamin-mineral
2-8%. Penggunaan sorgum 30−60% dalam ransum tidak berpengaruh terhadap performa
ayam. Sorgum dapat mengganti seluruh jagung dalam ransum pakan ayam, itik,
kambing, babi, dan sapi tanpa menimbulkan efek samping.
Penggunaan
biji sorgum dalam ransum dengan berbagai rasio tidak mempengaruhi produksi
telur dan bobot ayam. Limbah sorgum (daun dan batang segar) dapat dimanfaatkan
sebagai hijauan pakan ternak. Potensi daun sorgum manis sekitar 14-16% dari
bobot segar batang atau sekitar 3 t daun segar/ ha dari total produksi 20 t/ha.
Setiap hektar tanaman sorgum dapat menghasilkan jerami 2,62 t bahan kering.
Konsumsi rata-rata setiap ekor sapi adalah 15 kg daun segar/hari.
Daun sorgum
tidak dapat diberikan secara langsung kepada ternak, tetapi harus dilayukan
dahulu sekitar 2-3 jam. Nutrisi daun sorgum setara dengan rumput gajah dan
pucuk tebu. Komposisi kimia dari limbah sorgum yang didukung oleh nilai daya
cerna dan komponen serat dari limbah tersebut, tidak kalah dibanding
jerami jagung dan pucuk tebu.
C.
Sorgum sebagai Bahan
Industri
Biji sorgum
mengandung 65-71% pati yang dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana. Biji
sorgum dapat dibuat gula atau glukosa cair atau sirup fruktosa sesuai dengan
kandungan gula pada biji. Gula sederhana yang diperoleh dari biji sorgum
selanjutnya dapat difermentasi untuk menghasilkan alkohol.
Setiap ton
biji sorgum dapat menghasilkan 384 liter alkohol. Alkohol umumnya dibuat dari
biji sorgum yang berkualitas rendah atau berjamur. Alkohol dapat juga dibuat
dari nira sorgum yang terdapat dalam batang. Kualitas nira sorgum manis
setara dengan nira tebu, kecuali kandungan amilum dan asam akonitat yang
relative tinggi. Kandungan amilum yang tinggi tersebut merupakan salah satu
masalah dalam proses kristalisasi nira sorgum sehingga gula yang dihasilkan
berbentuk cair. Untuk mengatasi masalah tersebut, Pusat Penelitian Perkebunan
Gula Indonesia (P3GI) telah merekayasa alat “Amylum Separator” yang
mampu menurunkan kandungan amilum sampai 50% dari kadar awal.
Biji sorgum
juga dapat dibuat pati (starch) yang berwarna putih. Pati sorgum
digunakan dalam berbagai industri, seperti perekat, bahan pengental, dan aditif
pada industri tekstil, sedangkan hasil samping dari pembuatan pati dapat
digunakan sebagai makanan ternak. Pati merupakan bahan utama pada berbagai
sistem pengolahan pangan, antara lain sebagai sumber energi utama, serta
berperan sebagai penentu struktur, tekstur, konsistensi, dan penampakan bahan
pangan.
Sorgum dapat
digunakan sebagai pengganti dalam industri pati jagung karena adanya beberapa
persamaan, namun ekstraksi pati sorgum masih menjadi masalah. Pengikatan pati
pada sorgum berkisar antara 35-38%, sedangkan pada jagung 8-15% .
Produk
industri penting dari biji sorgum adalah bir. Selama dekade terakhir, biji
sorgum dapat menggantikan barley dalam pembuatan bir. Sifat kimia biji sorgum
yang sangat penting dalam pembuatan bir adalah aktivitas diastatik, alfa-amino
nitrogen, dan total nitrogen yang dapat larut. Namun, konsentrasi amilopektin
yang tinggi dalam pati sorgum menyebabkan pati sangat sulit dihidrolisis.
Aktivitas diastatik yang tinggi dapat meningkatkan fraksi
albumin-globulin protein, di mana albumin dan alfa-amino protein digunakan
untuk faktor rasa, stabilitas busa, dan kepekaan dingin dari bir.
3.4.3
Kendala dan Solusi Pengembangan
Sorgum
Dalam upaya
memenuhi kebutuhan pangan, pakan, dan bahan industri yang terus meningkat,
serta untuk meningkatkan pendapatan petani di daerah beriklim kering,
pengembangan sorgum merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih.
Di daerah-daerah
yang sering mengalami kekeringan atau mendapat genangan banjir, tanaman sorgum
masih dapat diusahakan. Oleh karena itu, terdapat peluang yang cukup besar
untuk meningkatkan produksi sorgum melalui perluasan areal tanam. Pengembangan
sorgum juga berperan dalam meningkatkan ekspor nonmigas, mengingat pemanfaatan
sorgum di luar negeri cukup beragam. Menurut Direktorat Bina Usaha Tani dan
Pengolahan Hasil Tanaman Pangan, volume ekspor sorgum Indonesia ke Singapura,
Hongkong, Taiwan, dan Malaysia mencapai 1.092,40 ton atau senilai US$ 116.211.
Demikian juga di Thailand, pada tahun 1979 ekspor sorgum dapat menyumbang
devisa 371 juta Bath (Rp 26 miliar) dari volume ekspor 170.000 ton ke Jepang,
Taiwan, Singapura, Malaysia, daTimur Tengah. Dengan demikian terdapat peluang
untuk meningkatkan ekspor sorgum ke luar negeri.
Tantangan
dalam pengembangan sorgum adalah harga sorgum di tingkat petani yang rendah
terutama pada saat panen serta kesulitan dalam pengupasan biji. Nilai sorgum
yang rendah dapat diatasi apabila sorgum dapat diangkat menjadi salah satu
komoditas strategis dalam pengembangan sistem agribisnis dan agroindustri.
Sementara itu kesulitan pengupasan biji sorgum diatasi dengan pengadaan mesin
penyosoh beras tipe “Satake Polisher Rice Machine”. Penyosohan dengan
alat ini dapat menghasilkan beras sorgum yang bersih dan tidak pahit.
Masalah
penggunaan sorgum sebagai bahan pakan adalah kandungan tanin yang cukup tinggi.
Namun masalah ini dapat diatasi dengan menyosoh beras sorgum dengan mesin penyosoh
beras yang dilengkapi dengan silinder gurinda batu. Demikian juga jerami sorgum
cukup potensial sebagai pakan ternak, namun kandungan serat, lignin dan silika
yang tinggi serta kadar nitrogen yang rendah merupakan kendala pemanfaatan
jerami sorgum untuk pakan. Masalah tersebut dapat diatasi dengan meningkatkan
kualitas jerami sorgum melalui suplemen urea atau amoniasi urea.
Tantangan
pengembangan sorgum meliputi aspek teknologi budi daya dan pascapanen serta
jaminan pasar dan permintaan. Walaupun teknologi budi daya sorgum spesifik
lokasi belum tersedia, teknologi budi daya sorgum hampir sama dengan jagung,
sehingga tantangan yang paling mendasar adalah penyediaan teknologi pascapanen
baik primer maupun sekunder serta jaminan pasar dan permintaan.
Secara umum,
masalah utama dalam pengembangan sorgum adalah sebagai berikut :
1.
Nilai keunggulan komparatif dan kompetitif ekonomi
sorgum relative rendah dibandingkan komoditas serealia lain.
2.
Pascapanen sorgum (peralatan dan pengolahan) pada
skala rumah tangga masih sulit dilakukan.
3.
Harga sorgum di pasaran belum kondusif, baik di
tingkat regional maupun nasional.
4.
Penyebaran informasi serta pembinaan usaha tani sorgum
di tingkat petani belum intensif.
5.
Biji sorgum mudah rusak selama penyimpanan.
6.
Ketersediaan varietas yang disenangi petani masih
kurang.
7.
Penyediaan benih belum memenuhi lima tepat (jenis,
jumlah, mutu, waktu, dan tempat).
3.4.4
Dukungan Teknologi dan
Kebijakan Operasional.
Untuk
menciptakan sistem agribisnis dan agroindustri sorgum, ketersediaan teknologi mutlak
diperlukan, yang meliputi teknologi budi daya serta pascapanen/ pengolahan
. Teknologi budi daya sorgum meliputi: Varietas unggul berdaya
hasil tinggi, tahan kekeringan, genangan, dan ratun, rasa manis dengan rendemen
gula tinggi dan kadar amilum rendah, teknologi budi daya spesifik lokasi, perlindungan
tanaman secara terpadu, serta pengaturan saat tanam/pergiliran
tanaman.
Teknologi
tersebut diperoleh melalui penelitian yang meliputi :
a.
Penelitian teknologi budi daya sorgum spesifik lokasi.
b.
Penelitian terapan.
c.
Penelitian terpadu dan terapan di lahan petani (on-farm
research).
Program
pengembangan sorgum mencakup:
a.
Evaluasi teknologi dan penyusunan paket teknologi.
b.
Penyebaran varietas unggul.
c.
Pengembangan interaksi antara peneliti, penyuluh,
instansi terkait, dan petani dalam proses alih teknologi, dan
d.
Pemantauan bersama antara peneliti, penyuluh, instansi
terkait, pengambil kebijakan, dan petani pada penelitian di
lahan petani.
Dalam
pengembangan sorgum untuk industri diperlukan keterkaitan antara kebijakan
pemerintah, petani produsen, dan industry mulai dari penelitian (perakitan
teknologi), pengembangan (alih teknologi), produksi (penyediaan sarana
produksi), pelaksanaan agribisnis/agroindustri (pengumpulan, penyimpanan,
pemasaran, dan pengolahan), dan penggunaan hasil (industry makanan dan minuman,
industri pakan, industri gula dan maltose, dan ekspor).
Pengembangan
sorgum perlu memperhatikan empat hal yaitu:
1.
Wilayah/ tipologi lahan (areal tanaman sorgum).
2.
Sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum
sebagai bagian dari usaha taninya).
3.
Ekonomi (nilai keunggulan komparatif dan kompetitif
sorgum terhadap komoditas lain), dan
4.
Industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku
industri).
V PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Sorgum
merupakan salah satu tanaman serealia yang cukup potensial untuk dikembangkan
di Indonesia karena mempunyai daya adaptasi lingkungan yang cukup luas.
Teknik budidaya tanaman yang relatif mudah; tidak banyak perbedaan
dengan budidaya tanaman jagung yang sudah biasa dilakukan oleh petani.
Biji sorgum dapat diolah menjadi
berbagai jenis makanan, sebagai bahan pakan ternak, dan sebagai bahan baku
industri. Biji sorgum mempunyai nilai gizi setara dengan jagung, namun biji
sulit dikupas. Perbaikan teknologi pengolahan dengan menggunakan penyosoh beras
merek “Satake Grain Testing Mill” yang dilengkapi dengan silinder
gurinda batu dapat mengatasi masalah tersebut.
Masalah utama pengembangan sorgum
adalah nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum yang relatif rendah,
penerapan teknologi pascapanen yang masih sulit, biji mudah rusak dalam
penyimpanan, dan usaha tani sorgum di tingkat petani belum intensif.
Untuk mengatasi masalah tersebut
diperlukan pengelolaan system produksi sorgum secara menyeluruh (holistik)
melalui empat dimensi, yaitu: 1) wilayah (areal tanam sorgum), 2) ekonomi
(nilai keunggulan komparatif dan kompetitif sorgum terhadap komoditas lain), 3)
sosial (sikap dan persepsi produsen terhadap sorgum sebagai bagian dari usaha
taninya), dan 4) industri (nilai manfaat sorgum sebagai bahan baku industri
makanan dan pakan ternak).
4.2 Saran
Dalam pengembangan budidaya sorgum
sebaiknya pemerintah lebih serius dalam memproduksinya karena jenis serelia ini
sangat memiliki keunggulan dan prospek yang baik di masa yang akan datang. Dan untuk mata kuliah Teknologi Produksi
Tanaman metode pembelajaran dari dosen cukup menarik untuk dilaksanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Beti,
Y.A., A. Ispandi, dan
Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Balai Penelitian
Tanaman Pangan, Malang
BPTP NTT. 2005. Budidaya Sorgum.
Fanindi, Achmad., Siti Yuhaeni Dan Wahyu H. 2005. Pertumbuhan Dan
Produktivitas Tanaman Sorgum (Sorghum Bicolor (L) Moench Dan Sorghum Sudanense
(Piper) Stafp) Yang Mendapatkan Kombinasi Pemupukan N, P, K Dan Ca. Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner 2005. Balai Penelitian Ternak.
Bogor
Direktorat
Jenderal Perkebunan. 1996. Sorgum manis komoditi harapan di propinsi kawasan timur Indonesia. Risalah Simposium
Prospek Tanaman Sorgum untuk Pengembangan Agroindustri, 17−18 Januari 1995.
Edisi Khusus Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian
No.4-1996: 6− 12.
Kebun Penghasil Bensin. www.trubusonline.com
Setyowati, Mamik., Hadiatmi dan Sutoro. 2005. Evaluasi Pertumbuhan dan Hasil Plasma Nutfah
Sorgum (Sorghum vulgare (L.)
Moench.) dari Tanaman Induk dan Ratoon. Buletin Plasma Nutfah Vol.11 No.2 Th.2005. Balai
Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik
Pertanian, Bogor
Setyaningsih, Dwi. 2009. Kuliah Teknologi Bioenergi.
TIP-IPB. Bogor.
Sirappa, M.P. 2003. Prospek Pengembangan Sorgum di
Indonesia sebagai Komoditas Alternatif Untuk
Pangan, Pakan dan Industri. Jurnal Litbang Pertanian. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan. Makassar.
Supriyanto dan Bambang Purnomo. Pengembangan
Agroindustri Bioetanol Berbasis Sorgum Secara Terpadu Dan Berkelanjutan.
Y.A., Rahmi, Syuryawati, Zubachtirodin. 2007.
Teknologi Budidaya Gandum. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Maros.